Disclaimer:
Tulisan ini berdasar pada artikel yang ditulis oleh Hamzha Tzortiz.
Al-Qur’an
merupakan pedoman hidup bagi manusia yang Allah turunkan lewat nabi Muhammad.
Dari zaman Quraish dulu hingga saat ini, selalu ada orang yang meragukan
kebenaran yang ada di dalam Qur’an. Alasan yang mereka pakai klasik, yaitu
karena mereka tidak yakin akan keabsahan Qur’an sebagai produk dari Allah yang
Maha Benar. Untuk orang-orang seperti ini, Allah secara spesifik menantang
mereka dalam surat Al-Baqarah ayat 23:
“Dan
jika kamu meragukan Al-Qur’an yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad),
maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu
selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.”
Hingga
saat ini, tantangan itu belum (dan tidak akan pernah bisa) terjawab. Mengapa?
Karena Qur’an merupakan sebuah mukjizat, yaitu sesuatu yang tidak dapat
dijangkau oleh kemampuan akal manusia sehingga dianggap sebagai hasil kerja Ilahi.
Lalu,
hal apa yang dimiliki Qur’an sehingga tidak akan ada yang bisa menandinginya? Jika
kita bicara soal bahasanya yang agung, indah dan puitis, bukankah itu relatif?
Bisa saja orang mengklaim bahwa sebuah karya sastra lain lebih indah bahasanya
dari sebuah surat di Qur’an. Ya, memang bisa dan sah-sah saja. Namun, inti dari
tantangan Allah pada surat Al-Baqarah 23 bukanlah itu.
Ketidakmampuan
seseorang untuk membuat sesuatu seperti Al-Qur’an terletak dari bentuk
sastra/bahasa Qur’an yang unik. Di dalam bahasa Arab sendiri, semua ungkapan tergolong
ke dalam bentuk Prosa atau Syair. Prosa dan Syair ini terbagi-bagi lagi menjadi
sub-bagian-sub-bagian, misal: Prosa terbagi menjadi Saj dan Mursal, di mana saj
adalah prosa berima sedangkan Mursal bentuk ungkapan yang menyerupai bahasa
lisan sehari-hari. Di sisi lain, Syair terbagi menjadi sekitar 16 sub kategori
yang masing-masing memiliki aturan dan pola tersendiri. Berdasarkan para
cendekiawan, Al-Quran tidak tergolong kedalam kesemua kategori tersebut.
Memang
ada yang berpendapat bahwa tata bahasa di Qur’an cenderung menyerupai Saj,
terutama untuk surat-surat Makiyah. Namun, ia tidak bisa digolongkan sebagai
saj pada umumnya, dan para ahli pun setuju untuk memberinya sebutan khusus,
yaitu Saj Quran. Hal yang membedakan saj Quran dengan saj bahasa Arab pada
umumnya, antara lain:
- Kecenderungan yang lebih tinggi pada penggunaan rima tunggal.
- Rima yang tidak mengikuti gaya tertentu.
- Cakupan frasa saj yang lebih luas.
- Frekuensi penggunaan bahasa retoris yang lebih tinggi.
- Kecenderungan yang lebih tinggi pada penggunaan rima tunggal.
- Rima yang tidak mengikuti gaya tertentu.
- Cakupan frasa saj yang lebih luas.
- Frekuensi penggunaan bahasa retoris yang lebih tinggi.
Oleh
sebab itu, bahasa Qur’an berbeda dengan bahasa Arab pada umumnya. Tata
bahasanya unik dan tidak bisa digolongkan ke dalam kategori manapun dalam
bahasa Arab. Apa artinya? Artinya adalah, Al-Baqarah 23 berisi tantangan untuk
membuat sebuah surat dengan menggunakan bahasa Arab yang tidak mengikuti pola dan aturan bahasa arab pada umumnya, namun baik isi maupun keindahannya
harus setara dengan sebuah surat di dalam Al-Qur’an.
Mungkinkah?
Rasanya tidak. Bayangkan kita yang orang Indonesia disuruh membuat sebuah
tulisan bermutu dalam bahasa Indonesia namun tidak menggunakan tata cara yang ditemukan dalam aturan berbahasa Indonesia. Bisakah? Silakan dicoba :D
Jadi,
esensi mukjizat Al-Qur’an adalah pada bentuk bahasanya yang unik di luar norma
bahasa Arab pada umumnya sehingga tak dapat tertandingi. Hal ini menunjukkan
bahwa Al-Qur’an bukanlah buatan manusia namun Dzat yang Maha Kuasa dan Maha Benar. Oleh sebab
itu, setiap ayat di dalam Qur’an pun mengandung kebenaran dan sudah selayaknya dijadikan standar bagi mereka yang ingin
hidupnya benar di mata Allah.
No comments:
Post a Comment